Ya Tuhan, kini usiaku sudah menginjak 28 tahun.
Semua taman-temanku perempuan sudah menikah. Bahkan hampir semuanya sudah
menggendong bayi. Sementara aku, kekasihpun tak punya. Berkali-kali menjalin
hubungan dengan seseorang, pada akhirnya kandas juga. Berkali-kali ada yang
datang, pada akhirnya pergi juga. Dan berkali-kali ada yang memberi janji, pada
akhirnya diingkari juga. Hingga akhirnya, aku mulai capek Tuhan. Tak ada lagi
rasa percaya pada laki-laki yang mendekat. Rasanya, air mata ini sudah bosan
menetes. Hingga terkadang, aku menangis tanpa air mata. Aku lebih sering
menghabiskan waktu di dalam kamar. Aku sangat takut dengan pertanyaan “Kapan
menikah?”. Aku terpaksa menghindar ketika ada keluarga jauh yang datang. Aku juga
terpaksa menolak hadir, ketika ada acara reunian dengan teman. Pernah sekali
aku datang di acara reunian. Saat itu, semua teman-temanku membawa suaminya
masing-masing, dan sebagian lagi membawa anaknya. Sementara aku, aku hanya
membawa motor kreditan yang belum lunas.
Mereka semua membicarakan tentang kehamilan, tentang anak-anaknya yang sudah mulai bisa bicara, bisa berjalan, dan juga sudah masuk PAUD. Dan aku, aku seperti sendirian disana. Sendiri di tengah keramaian. Rasanya pengen menangis, tapi malu. Rasanya pengen pergi dari situ, tapi sungkan. Satu dua ada yang bertanya, “kapan menikah?”. Hanya aku jawab dengan senyuman. Aku tau, mereka tak hendak mengejek. Mereka hanya tak tau rasanya jadi aku. Mungkin ini juga salahku. Dulu pernah ada seseorang yang mencoba melamarku. Hanya gara-gara tak sesuai kriteria, aku pun menolaknya. Dan setelah itu, karma demi karma terus menghampiriku. Pernah sekali aku mencari tau tentang pria yang mencoba melamarku itu. Inginku meminta maaf, dan kemudian menawarkan diri untuk kembali dilamar. Tapi semua sudah terlambat, dia sudah beristri. Dia sudah hidup sangat bahagia dengan istri dan anaknya. Lagi-lagi aku pun menangis, menyesali apa yang sudah terjadi. Penyesalan memang selalu datang di akhir, saat semua sudah terlambat. Kini aku hanya bisa berdo’a. Dan aku juga sudah bertekad untuk terus memperbaiki diri. Aku berharap, Tuhan segera mengirimkan jodoh untukku. Dan aku tak akan mengecewakan-Nya. Aku tak mau jadi perawan tua.
Mereka semua membicarakan tentang kehamilan, tentang anak-anaknya yang sudah mulai bisa bicara, bisa berjalan, dan juga sudah masuk PAUD. Dan aku, aku seperti sendirian disana. Sendiri di tengah keramaian. Rasanya pengen menangis, tapi malu. Rasanya pengen pergi dari situ, tapi sungkan. Satu dua ada yang bertanya, “kapan menikah?”. Hanya aku jawab dengan senyuman. Aku tau, mereka tak hendak mengejek. Mereka hanya tak tau rasanya jadi aku. Mungkin ini juga salahku. Dulu pernah ada seseorang yang mencoba melamarku. Hanya gara-gara tak sesuai kriteria, aku pun menolaknya. Dan setelah itu, karma demi karma terus menghampiriku. Pernah sekali aku mencari tau tentang pria yang mencoba melamarku itu. Inginku meminta maaf, dan kemudian menawarkan diri untuk kembali dilamar. Tapi semua sudah terlambat, dia sudah beristri. Dia sudah hidup sangat bahagia dengan istri dan anaknya. Lagi-lagi aku pun menangis, menyesali apa yang sudah terjadi. Penyesalan memang selalu datang di akhir, saat semua sudah terlambat. Kini aku hanya bisa berdo’a. Dan aku juga sudah bertekad untuk terus memperbaiki diri. Aku berharap, Tuhan segera mengirimkan jodoh untukku. Dan aku tak akan mengecewakan-Nya. Aku tak mau jadi perawan tua.
Bojonegoro, 02
Agustus 2015
(Alvin Mujahid)
0 komentar:
Posting Komentar