Minggu, 05 Juli 2015



Kutengok jam dinding di ruang tamu. Belum terlalu malam. Di luar juga masih terdengar sayup-sayup suara orang tadarus di masjid. Tapi udara sudah terasa begitu dingin menusuk. Pastilah sangat nikmat dibuat tidur. Tapi, mataku tak bisa diajak bersekongkol. Sama sekali tak ada rasa kantuk. Akhirnya, kuputuskan untuk begadang hingga sahur. Tapi hawa dingin menyerangku bertubi-tubi. Aku kira aku punya solusinya. Ya, kopi panas. Aku suka sekali minum kopi. Apalagi kopi racikanku sendiri. Kopi menjelma menjadi sahabat baikku, yang menemaniku disaat senangku, sedihku, galauku, dan semuanya. Kuhirup kopiku. Seketika kehangatan menyebar ke seluruh tubuhku, pelan-pelan mengusir dingin yang sedari tadi membungkus. Aku duduk di teras depan rumah, sendirian. Suara orang tadarus masih terdengar, meskipun tak seramai tadi. Hari ini tanggal 14 dalam kalender hijriyah. Bulan terlihat bulat sempurna. Cahayanya menyebar luas ke bumi hingga aku mampu melihat bayanganku sendiri secara jelas. Kupandangi bulan, kunikmati keindahannya. Tiba-tiba kemudian aku teringat dengan keindahan yang lain. Dialah Si Perempuan Desa yang mampu membuatku bertekuk lutut atas nama cinta. Dialah pemilik senyuman manis yang setahun terakhir ini membuatku tak mampu lagi melihat kecantikan perempuan lain selainnya.
Kira-kira apa yang sedang dia lakukan sekarang? Mungkin dia sedang tidur pulas dibalik selimutnya, mungkin dia sedang sibuk berkutat dengan tugas kuliahnya, atau mungkin dia sedang memandang bulan seperti yang aku lakukan. Akhirnya aku hanya bisa mengira-ngira, karena tak pernah berani bertanya. Hingga detik ini, posisiku hanyalah sebatas pengagum rahasia. Yang kerjaannya hanya curi-curi pandang, itupun dari kejauhan. Entah kenapa aku begitu betah bertahan diposisi rawan sakit hati ini. Mungkin aku memang laki-laki pengecut. Atau mungkin aku hanya merasa belum pantas memilikinya, mengingat dia yang begitu sempurna, sementara aku yang begitu semerawut. Terkadang aku ingin bertanya pada Tuhan, apa tujuan-Nya membuatku jatuh cinta pada dia. Jika akhirnya dia tak akan menjadi milikku, aku berharap Dia segera menghapus kutukan cinta ini. Namun jika dia tercipta untuk menjadi teman hidupku, aku berharap Dia segera memberiku mukjizat berupa keberanian, setidaknya agar aku bisa sekadar bertanya, “Lagi apa Dik?” atau “Sudah makan belum?”. Aku berharap, semoga kemungkinan kedua lah yang akhirnya dipilih Tuhan. Aku berdoa, semoga aku tak hanya menjadi pengagum rahasia, namun bisa menjadi pemilik paten. Aku menginginkan bisa berada dekat disampingnya, tidak hanya memandangnya dari kejauhan. Prok prok dung prok dung. Terdengar dari kejauhan suara anak-anak kecil membunyikan kentongan, tanda bahwa waktu sahur telah tiba. Akupun kembali menginjak bumi. Aku selalu seperti ini ketika sedang sepi. Bayangannya selalu datang menghampiri sepiku, yang kemudian membuatnya jadi ramai. Kuhirup kopiku untuk yang terakhir. Malam ini rasanya cepat sekali berlalu. Berjam-jam duduk di depan rumah seperti tak terasa. Benar-benar malam yang sempurna. Perpaduan antara nikmatnya kopi, indahnya bulan, dan manisnya bayanganmu.

Bojonegoro, 05 Juli 2015

(Alvin Mujahid)

0 komentar:

Posting Komentar